TEMPO.CO, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kegiatan manufaktur global melambat berdasarkan Purchasing Manager’s Index atau PMI manufaktur yang kontraktif. Namun, PMI manufaktur Indonesia per Juli 2023 terlihat ekspansif dan cenderung menguat mengungguli sejumlah negara besar.
“Kita melihat kondisi perekonomian global masih menunjukkan kondisi yang lemah, dilihat dari PMI manufaktur global yang dalam posisi kontraktif, yaitu di bawah 50,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita pada Jumat, 11 Agustus 2023.
Sri Mulyani mencatat PMI manufaktur secara global berada di 48,7. Sedangkan PMI Indonesia berada di level 53,3. PMI Indonesia lebih tinggi daripada sejumlah negara, seperti Eropa dengan PMI 42,7, Amerika Serikat (AS) sebesar 49, China dengan 49,2, dan Jepang sebesar 49,6.
“Jadi (grafik) sebelah kiri adalah negara-negara besar yang semuanya dalam posisi PMI manufakturnya kontraktif, yaitu di bawah 50,” tutur Sri Mulyani.
Dia melanjutkan negara-negara di Asean maupun di Asia yang selama ini cukup kuat juga terimbas oleh perekonomian global yang melemah. Misalnya, Vietnam yang selama pandemi menunjukkan kinerja kuat sekarang mengalami pelemahan PMI manufaktur di 48,7 dan Malaysia di 47,8.
Iklan
“Dilihat dari total negara yang disurvei untuk PMI ini, 72,2 persen negara-negara tersebut berada dalam aktivitas manufaktur yang kontraktif,” kata Sri Mulyani.
Artinya, kata dia, perekonomian dunia dicirikan dengan mayoritas negara memiliki kondisi kegiatan manufaktur melambat. Sementara untuk 9,1 persen negara dengan PMI tercatat melambat meskipun ekspansi.
“Hanya 18,2 persen negara-negara yang PMI manufakturnya ekspansi dan sekaligus menguat atau akseleratif. Ini termasuk Indonesia, India, Fillipina, dan Meksiko,” ujar dia.
Pilihan Editor: Sri Mulyani Ungkap Total Belanja Pemerintah Pusat Rp 1.020 Triliun
Quoted From Many Source